Aku mempunyai seorang pacar yang tumbuh besar bersamaku. Namanya cici. Aku selalu menganggapnya sebagai seorang teman, sampai tahun lalu ketika kami bersama-sama camping dalam suatu kegiatan pramuka. Aku menyadari bahwa aku telah jatuh cinta dengannya. Sebelum camp itu berakhir, aku mengambil langkah dan mengakui perasaanku kepadanya. Dan tidak lama kemudian, kami menjadi sepasang kekasih.
Tetapi kita mengasihi satu sama lain dengan cara yang berbeda. Aku selalu memikirkan dirinya. Hanya dia yang ada dalam pikiranku. Tetapi dalam pikirannya, terdapat begitu banyak perempuan. Bagiku, dia adalah satu-satunya. Namun bagi dia, mungkin aku hanyalah seorang wanita biasa...
"cici, kamu mau pergi nonton bioskop?" Aku bertanya.
"Aku ngga bisa."
"Kenapa? Kamu harus belajar ya di rumah?" Aku merasakan sedikit kekecewaan.
"Bukan... Aku mau pergi ketemuan sama teman..."
Dia selalu seperti itu. Baginya, aku hanyalah seorang 'pacar'. Kata 'cinta' hanya keluar dari mulutku. Sejak aku mengenalnya, aku tidak pernah mendengar dia berkata "Aku mencintaimu". Tidak pernah ada perayaan anniversary dalam hubungan kita. Bahkan mungkin dia sudah lupa dengan hari jadi kita.
Sejak hari pertama, dia tidak pernah mengucapkan "Aku cinta padamu". Ini terus berlanjut sampai 100 hari ... .... 200 hari....
Dan setiap kali dia mengantar aku pulang, sebelum kita berpisah, dia hanya memberikan aku sebuah boneka. Setiap hari... tidak pernah sekalipun lupa. Aku tidak tahu mengapa dia melakukan itu...
Kemudian pada satu hari, sebelum kita berpisah...
Aku: "Umm, Jin, aku ...."
cici: "Apa? Jangan berhenti.. Katakan saja."
Aku: "AKu mencintaimu.."
cici: "... ... ... kamu... ... sudah, bawa saja boneka ini dan pulanglah."
Itulah bagaimana caranya menghiraukan kata-kata "Aku mencintaimu" dari mulutku dan memberikan sebuah boneka. Lalu dia menghilang, sepertinya berusaha lari dariku. Boneka yang aku terima darinya tiap hari, mengisi penuh kamarku.
Ada banyak....
Kemudian datang satu hari, hari ulang tahunku yang ke 15.
Ketika aku bangun di pagi hari, aku memikirkan sebuah pesta dengannya dan menunggu telpon darinya di dalam kamar.
Tetapi.... jam makan siang telah lewat, makan malam telah berlalu dan langit telah menjadi gelap ... Dia masih belum menelepon..
Lalu sekitar jam 2 pagi, dia tiba-tiba menelepon dan membangunkanku dari tidur. Dia mengatakan kepadaku untuk segera keluar dari rumah. Aku tetap merasakan kebahagiaan mendengarkan panggilannya dan segera lari ke luar rumah dengan gembira.
Aku: "Jin..."
cici: "Ini ... ... ambillah."
Sekali lagi, dia memberikanku sebuah boneka kecil.
Aku: "Apa ini?"
cici: "Aku belum kasih boneka ini kemarin. Jadi aku kasih sekarang. Aku pulang dulu ya... Bye..."
Aku: "Tunggu, tunggu! Kamu tahu hari ini hari apa?"
cici: "Hari Ini? Huh?"
Aku merasa begitu sedih, aku pikir dia akan ingat hari ulang tahunku. Tapi ternyata tidak.
Ia berpaling dan berjalan seakan-akan tidak ada apa-apa. Lalu aku berteriak: "Tunggu ..."
cici: "... .... Ada yang perlu kamu omongin?"
Aku: "Katakan! Katakan kalau kamu mencintaiku..."
cici: "Apa?!"
Aku: "Katakanlah... ... ..."
Aku merasa begitu sedih, tertekan, dan kecewa. Dia hanya berucap kata-kata dingin lalu pergi.
"Aku ga mau bilang semudah itu kalau aku mencintai seseorang. Tapi kalau kamu benar-benar putus asa untuk mendengarkannya, ..carilah orang lain."
Itulah kata-kata dingin yang diucapkannya sebelum dia lari menjauh. Kakiku terasa kaku, seketika aku jatuh ke tanah.
Dia tidak mau mengatakannya semudah itu... bagaimana dia bisa seperti itu..... mungkin, mungkin dia bukan orang yang tepat buatku...
Sebulan telah berlalu, aku sendiri masih bersama dengannya dan pergi ke sekolah bersama-sama. Tapi apa yang membuat rasa sakitku muncul adalah... aku melihat dia berjalan dengan ... laki-laki lain ... Dia sambil tersenyum di wajahnya, senyum yang tidak pernah ia tunjukkan padaku ...
Aku langsung berlari ke rumah dan melihat boneka-boneka di kamarku.. dan air mata menetes... Mengapa dia memberikan ini semua kepadaku. Mungkin boneka boneka ini berasal dari beberapa teman perempuannya.
Dalam kemarahan yang mendalam, aku melemparkan boneka-boneka itu ke sekitarku.
Kemudian tiba-tiba telepon berdering. Ternyata itu telepon darinya. Dia mengatakan kepadaku untuk datang ke bus stop di luar rumah. Aku mencoba untuk menenangkan diri dan berjalan ke bus stop. Aku tetap mengingatkan diri bahwa aku akan melupakannya... bahwa ini semua akan segera berakhir..
Kemudian ia datang ke hadapanku, memegang sebuah boneka besar.
cici: "guss, aku pikir kamu tidak akan datang."
Aku tidak bisa membencinya. Aku mencoba berpura-pura bertingkah seperti biasa dan menganggap tidak ada yang terjadi.
Tapi ternyata, dia memegang sebuah boneka. Sama seperti biasanya.
Aku: "Aku tidak butuh itu lagi."
cici: "Apa? ... ...Kenapa?"
Lalu aku mengambil boneka dari tangannya dan melemparkan boneka itu ke jalan.
Aku: "Aku tidak butuh boneka ini, aku tidak membutuhkannya lagi!! Aku tidak mau lagi melihat orang seperti dirimu!"
Aku mengatakan semuanya. Semua hal yang ada dalam pikiranku saat itu. Tapi tidak seperti biasanya, ia terlihat sangat terkejut. Matanya bergemetar.
"Maafkan aku.." Dia meminta maaf dalam suara yang kecil.
Kemudian ia berjalan untuk mengambil boneka yang aku lempar itu di jalanan.
Aku: "Bodoh kamu. Mengapa kamu mengambilnya? Buang saja boneka itu!"
Tapi ia tidak mendengarkan kata-kataku. Ia menghiraukanku dan tetap berjalan mengambil boneka itu.
TIN!!..TIN!!..TIN!!~
Dengan suara klakson yang kencang, sebuah truk melaju kencang kearahnya.
"cici! Awas!! Pergi dari situ!!" Teriakku.. Tapi ia tidak mendengarkanku dan membungkuk untuk mengambil bonekanya.
"cici!! Minggirlah!!"
TIIIINNN!!!!..
"Braakkk!!!"
Itulah bagaimana dia pergi dariku. Pergi tanpa membuka kedua matanya untuk mengucapkan kata-kata terakhirnya kepadaku.
Setelah hari itu, aku harus melewati hari-hariku dengan perasaan bersalah dan kesedihan akan kehilangan dirinya. Dan setelah melewati dua bulan seperti orang gila, aku mengambil boneka-bonekanya.
Boneka-boneka itu adalah satu-satunya peninggalan darinya untukku semenjak hari pertama kita berpacaran.
Lalu aku teringat hari-hari yang telah kuhabiskan dengannya dan mulai menghitung hari-hari dimana kita masih bersama-sama...
"Satu ... dua ... tiga ..." Itulah bagaimana aku mencoba menghitung semua boneka itu.
"Empat ratus delapan puluh empat ... empat ratus delapan puluh lima ..." Itu semua berakhir dengan 485 boneka.
Aku kemudian mulai menangis lagi, dengan boneka di tanganku. Aku memeluk erat-erat boneka itu, dan tiba-tiba...
"I love you ~, I love you ~" Aku terkejut dan menjatuhkan boneka itu.
"I...lo..ve...you?" Aku lalu mengambil boneka itu dan mencoba menekan perut boneka itu.
"I love you ~ I love you ~" Mustahil! Kemudian aku menekan semua perut boneka-boneka itu..
"I love you ~"
"I love you ~"
"I love you ~"
Kata-kata tersebut datang tanpa henti. I..love..you ...
Mengapa aku tidak menyadarinya. Di dalam hatinya selalu ada aku. Dia selalu berusaha melindungiku. Mengapa aku tidak menyadari bahwa dia mencintaiku seperti ini....
Aku mengambil boneka di bawah tempat tidurku dan menekan perutnya. Ini adalah boneka yang terakhir, boneka yang aku lempar di jalanan itu. Masih ada bercak darahnya di boneka itu.
Suara itu kemudian keluar dari boneka itu. Suara yang tidak pernah aku lupakan..
"Jo... Kamu tau hari ini hari apa? Kita telah saling jatuh cinta selama 486 hari. Kamu tahu, aku tidak bisa mengatakan aku mencintaimu....umm...itu semua karena aku malu untuk mengatakannya.
Kalau kamu mau memaafkanku dan mengambil boneka ini, aku berjanji akan mengatakan 'Aku mencintaimu' setiap hari.. setiap hari sampai aku mati guss.. Aku mencintaimu..."
Air mata mengalir deras di wajahku.
Mengapa? Mengapa? Aku bertanya Tuhan.. Mengapa aku baru mengetahui ini semua sekarang?
Dia tidak berada di sisiku lagi.
Tetapi aku tahu kalau dia mencintaiku sampai detik terakhirnya..
Salam
agus sangpanglima
Sunday, November 22, 2009
kisah.........
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Powered by Blogger.
0 komentar:
Post a Comment